Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua
zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase
terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran
yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu
partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari
serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat
banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Fase terdispersi dan medium pendispersi pada sistem koloid dapat berupa zat
padat, zat cair, dan gas. Berdasarkan fase terdispersinya , koloid
dapat dibagi menjadi:
1. Sol
Sol merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat padat. Contoh dari koloid sol adalah cat, tanah
liat, dll.
2. Emulsi
Emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Contoh dari emulsi adalah jelly, keju,
mentega,dll.
3. Buih
Buih merupakan koloid dimana fase
terdispersinya merupakan gas. Contoh dari buih adalah marshmallow, karet busa,
dll.
Berikut ini adalah gambar-gambar beberapa
contoh produk sol, emulsi, dan buih yang ditemukan sehari-hari:
|
|
|
Sol padat: Paduan logam
|
Sol cair: Tinta
|
Aerosol padat: Asap kebakaran
|
|
|
|
Emulsi padat: Jelly
|
Emulsi cair: Mayonaisse
|
Emulsi gas: Kabut
|
|
|
|
Buih padat: Marshmallow
|
Buih cair: Busa sabun
|
Sistem koloid, yang terdiri dari koloid sol, emulsi, dan buih masing-masing mempunyai sifat-sifat
tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak penjelasan berikut ini:
A. Pembagian Koloid Sol
Seperti yang telah dijelaskan,
sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat padat.
Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:
a. 1. Sol
Padat
Sol padat
merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan logam,
gelas berwarna, dan intan hitam.
b. Sol 2. Sol Cair
(Sol)
Sol cair
merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta,
tepung dalam air, tanah liat, dll.
c. Sol3.
Sol Gas (Aerosol Padat)
Sol gas merupakan
sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di udara, asap
pembakaran, dll.
B. Sifat-Sifat Koloid Sol
1. Efek Tyndall
Efek tyndall ini ditemukan oleh John
Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu
disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang
terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar
kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan
cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan.
hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel
yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada
larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang
terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2. Gerak Brow
Jika
kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag
ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan
berikut:
Partikel-partikel suatu zat senantiasa
bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas,
atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk system koloid
dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan
menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan
tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil,
maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu
resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga
terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil
ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula,
semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi.
Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak
ditemukan dalam zat padat (suspensi).
Gerak Brown
juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin
besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya.
Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin
cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak
Brown semakin lambat.
3. Adsorpsi koloid
Apabila
partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka
pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan
zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi.
Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di
atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.
Partikel
koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada
permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena
mempunyai permukaan yang sangat luas.
4. Muatan Koloid Sol
Sifat
koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti
mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis,
maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan
partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan
pada sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat
netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion
dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah
penjelasannya:
a. Sumber Muatan Koloid Sol
Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan
proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
i. Proses
Adsorpsi
Proses adsorpsi ini merupakan
peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel bermuatan dari fase
pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya
tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation.
Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3
(bermuatan positif) mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium
pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan
partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion
dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu
mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari
medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi
dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif.
Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl-
berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.
ii. Proses Ionisasi Gugus
Permukaan Partikel
Beberapa
partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada pada
permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/
deterjen.
a. Pada koloid protein:
Koloid ini adalah jenis sol yang
mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua
gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+
tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton (H+) dan
membentuk gugus –NH3+
NH2
+ H+ à -NH3+
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan
proton H+ dan membentuk gugus –COO-
COOH +
H+ à –COO-
Maka, partikel sol protein bermuatan
positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH
isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena
muatan -NH3+ –COO- saling
meniadakan menjadi netral.
b. Pada koloid sabun / deterjen
Molekul sabun dan deterjen lebih
kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi relatif pekat, kedua molekul
ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid yang
disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase pendispersi dan
membentuk partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.
Sabun adalah garam karboksilat dengan
partikel R-COO-Na+. Di dalam air partikel ini akan
terionisasi.
R-COO-Na+ à R-COO- + Na+
Anion
Anion-anion R-COO- akan
bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan
terorientasi ke pusat, sedangkan COO- larut dalam
air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.
b. Kestabilan Koloid
Partikel-partikel
koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah
partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh
karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga
kestabilan koloid.
c. Lapisan Bermuatan
Ganda
Pada awalnya,
partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari
ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan
ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan system koloid, maka sistem
koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan
ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid
menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan
lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi
terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut tijelaskan pada
lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat
netral.
d. Elektroforesis
Oleh karena
partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan
listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita
lihat tabung berikut di samping.
Pada gambar,
terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak
menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem
koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif.
e. Koagulasi
Jika partikel-partikel koloid
tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena
pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara,
yaitu
1. Menggunakan prinsip
elektroforesis
Proses
elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke
elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode,
maka system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
2. Penambahan koloid lain
dengan muatan berlawanan
Ketika
koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan
tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
3. Penambahan elektrolit
Jika
suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang
bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu
juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari
elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi.
4. Pendidihan
Kenaikan
suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol
dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.
f. Koloid pelindung
Sistem
koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar
disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel
terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid
liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung
ialah koloid liofil.
Sol
liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit,
tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid
liofil. Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan
liofob:
- Koloid liofil (suka cairan) adalah
koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar
antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, disperse kanji, sabun,
deterjen.
- Koloid liofob (tidak suka
cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang lemah
atau
bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya.
Contoh, disperse
emas,
belerang dalam air.
Sifat-Sifat
|
Sol Liofil
|
Sol Liofob
|
Pembuatan
|
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium
terdispersinya
|
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
|
Muatan partikel
|
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan
|
Memiliki muatan positif atau negative
|
Adsorpsi medium pendispersi
|
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat
proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang
teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil
tidak saling bergabung
|
Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya.
Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan
listrik
|
Viskositas (kekentalan)
|
Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi
|
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
|
Penggumpalan
|
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
|
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
|
Sifat reversibel
|
Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan
koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium
pendispersinya.
|
Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah
menjadi sol
|
Efek Tyndall
|
Memberikan efek Tyndall yang lemah
|
Memberikan efek Tyndall yang jelas
|
Migrasi dalam medan listrik
|
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
|
Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel
|
C. Pembuatan Koloid Sol
Ada dua
dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode dispersi.
1. Metode Kondensasi
Metode di mana
partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-partikel
berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan
(atom, ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi
rangkap, hidrolisis, redoks, dan penggantian pelarut.
a. a. Metode kondensasi
DReaksi dekompi. Reaksi
dekomposisi rangkap
-
- Sol As2S3
dibuat dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan As2O3
dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning
terang
As2O3 +
3 H2S à As2S3
(koloid) + 3H2O
- -
Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.
AgNO3 +
HCl à AgCl
(koloid) + HNO3
ii. ii.
Reaksi Hidrolisis
-
-
Sol Al(OH)3 dapat
diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih
AlCl3 +
3H2O à Al(OH)3
(koloid) + 3HCl
- -
Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe dalam
air mendidih
FeCl3 +
3H2O à Fe(OH)3
(koloid) + 3HCl
iii.
iii.
Reaksi redoks
-
Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi
organik formaldehida HCHO
2AuCl3 + 3HCHO +
3H2O à 2Au
(koloid) + 6HCl + 3HCOOH
iv. iv.
Penggantian pelarut
Belerang
sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alcohol seperti etanol. Jadi,
untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang dilarutkan
terlebih dahulu dalam etanol sampai jenuh. Stelah iut, larutan belerang dalam
etanol ini ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk.
Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan kelarutan
belerang dalam air.
2. Metode Dispersi
Metode di
mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid
yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa
cara mekanik maupun peptisasi
i.Car
i. Mekanik
Pengertian dengan cara
mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan
penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang
digunakan disebut penggilingan koloid.
Alat penggilingan koloid
terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan
dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling.
Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium
pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses
ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.
ii. ii. Cara peptisasi
Cara peptisasi
adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid dengan penambahan zat
pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung
ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3
ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang
sejenis) maka Fe(OH)3 maka Fe(OH)3 akan
mengadsorpsi ion-ion Fe3+ tersebut. Sehingga, endapan menjadi
bermuatan positif dan memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.
Beberapa contoh lain :
-
- Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S
kedalam endapan NiS
- - Sol AgCl
dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
- - Sol
Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan
Al(OH)3
iii. Cara busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan
untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang digunakan dapat
disimak pada gambar berikut.
Logam yang akan diubah menjadi
partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam
dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga kedua
ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik.
Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan
terkondensasi dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa
partikel-partikel koloid.
D. Pemurnian Koloid Sol
Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid
sehingga harus dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis,
elektrodialisis, dan penyaring ultra.
1. Dialisis
Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput semipermeabel (yang tidak
dapat dilalui partikel koloid) disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh
sistem koloid pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang
terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu, sedangkan system
koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga mengambil zat-zat yang terlarut.
2. Elektrodialisis
Elektrodialisis
merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik.
Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam yang
menyokong selaput semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut dalam
system koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan
berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.
3. Penyaring Ultra
Apabila kertas saring tersebut
diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang.
Kertas saring ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya,
emulsi dapat dibagi menjadi:
1. Emulsi Gas (Aerosol Cair)
Emulsi
gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti
hairspray dan baygon, dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan
pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu
efek Tyndall, gerak Brown.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi di
dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair
yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan
zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya
seperti minyak.
Sifat emulsi cair yang penting ialah:
1Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak
akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan
perusakan zat pengelmusi.
2. Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.
3. Emulsi Padat atau Gel
Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat
dianggap terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan
ini, partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang.
Rantai ini kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur
padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubung-lubang
struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel
dapat dibagi menjadi:
1Gel elastis
Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan
kembali ke bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
2. Gel non-elastis
3. Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian,
berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi
gas dan medium pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara
atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih
(surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung
gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat
pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair ialah:
§ Struktur buih cair berubah dengan waktu
karena drainase (pemisahan medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat
cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran
gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
§ Struktur buih cair dapat berubah jika
diberi gaya dari luar.
2.
Buih Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih
(surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu
apung,dll.Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi
dan fase terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari
keduanya tergolong sebagai larutan
Sistem
koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu
dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan
secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Berikut ini adalah tabel aplikasi koloid:
Jenis
industri
|
Contoh
aplikasi
|
Industri
makanan
|
Keju,
mentega, susu, saus salad
|
Industri
kosmetika dan perawatan tubuh
|
Krim,
pasta gigi, sabun
|
Industri
cat
|
Cat
|
Industri
kebutuhan rumah tangga
|
Sabun,
deterjen
|
Industri
pertanian
|
Peptisida
dan insektisida
|
Industri
farmasi
|
Minyak
ikan, pensilin untuk suntikan
|
Berikut ini adalah penjelasan mengenai aplikasi
koloid:
1. Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat
diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air, kemudian larutan dialirkan
melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid akan
mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut mengadsorpsi
zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih.
2. Penggumpalan Darah
Darah
mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka,
maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang
mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion tersebut
membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral sehingga proses
penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3.
Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah
liat,lumpur, dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena
itu, untuk menjadikannya layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah
agar partikel koloid tersebut dapat dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara
menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+
yang terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid
Al(OH)3 yang bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ +
3H2O à Al(OH)3 +
3H+
Setelah itu,
Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid
tanah liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian
mengendap bersama tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi. Berikut
ini adalah skema proses penjernihan air secara lengkap: